Jumat, 09 April 2010

Profil Daerah Nanggroe Aceh Darussalam


Aceh atau secara resmi, Nanggroe Aceh Darussalam adalah sebuah Daerah Istimewa yang terletak di Pulau Sumatra. Secara administratif, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam terbagi menjadi 17 kabupaten dan 4 kota dengan Banda Aceh sebagai ibukota provinsi.

Daerah Aceh memiliki potensi besar di bidang pertanian dan perkebunan. Pertanian di daerah Aceh meng-hasilkan beras, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, jagung, kacang kedelai, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Se-dangkan di bidang perkebunan, daerah Aceh meng-hasilkan coklat, kemiri, karet, kelapa sawit, kelapa, ko-pi, cengkeh, pala, nilam, lada, pinang, tebu, temba-kau, dan randu. Daerah Aceh juga banyak menghasilkan sayur-sayuran dan buah-buahan, seperti bawang merah, cabe, kubis, kentang, kacang panjang, tomat, ketimun, pisang, mangga, rambutan, nangka, durian, jambu biji, pepaya, dan melinjo.

Hasil perikanan di Aceh terdiri dari perikanan darat dan laut. Potensi perikanan laut di daerah Aceh cukup potensial, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal. si perikanan di Aceh akan lebih banyak lagi jika perikanan tersebut dikembangkan dengan menggunakan peralatan yang modern dan canggih. Potensi perikanan, termasuk perikanan laut di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE); belum dimanfaatkan secara optimal.

Di sektor peternakan, daerah ini menghasilkan ternak sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur, dan itik.

Potensi hasil tambang di Aceh, antara lain meliputi gas alam, minyak bumi, batu bara, emas, dan tembaga. Gas alam dan minyak bumi yang ada di Arun dan daerah lainnya di Aceh telah memberikan sum-bangan yang cukup besar terhadap devisa negara. Daerah Aceh memiliki bahan tambang, seperti tem-baga, timah hitam, minyak bumi, batubara, dan gas alam. Selain itu, terdapat tambang emas di daerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Barat. Tambang biji besi terdapat di Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Tambang mangan terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat. Sementara tambang biji timah, batu bara, dan minyak bumi terdapat di Aceh Barat dan Aceh Timur, yakni di Rantau Kuala dan Sim-pang Peureulak, serta gas alam di daerah Lhok Sukon dan Kabupaten Aceh Utara.

Di bidang industri, daerah Aceh memiliki potensi cukup besar terutama industri hasil hutan, perkebunan, dan pertanian, seperti minyak kelapa sawit, atsiri, karet, kertas, serta industri hasil pengolahan tambang yang belum berkembang secara optimal. Jenis industri yang ada meliputi industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kayu, bambu, rotan, dan sejenisnya; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari kimia; industri logam dan barang-barang dari logam. Hasil produksi komoditas industri utama berupa semen, pupuk, kayu gergajian, moulding chips, plywood, dan kertas.

Dalam sektor pariwisata, Daerah Istimewa Aceh memiliki potensi yang cukup besar untuk dapat dikembangkan lebih baik, terutama wisata alam, wisata bahari, dan wisata sejarah. Aceh dikenal sebagai pusat penyebaran agama Islam pertama di Indonesia, di mana pada abad 15-16 SM berdiri kerajaan Pasai dan Periak. Daya tarik obyek wisata lainnya adalah Taman Wisata Gunung Leuser yang memiliki banyak sungai arus deras, yang menarik bagi wisatawan asing dan domestik. Begitu pula kekayaan budaya berupa adat istiadat dan kesenian tradisonal, tari-tarian dan sebagainya akan menambah minat para wisatawan mancanegara dan domestik untuk berkunjung ke sana.

Sebagai tujuan investasi, provinsi ini juga memiliki berbagai sarana dan prasarana penunjang diantaranya Bandara Sultan Iskandarmuda di Aceh, Bandara Cut Nyak Dien di Meulaboh, Bandara Lasikin di Sinabang dan Bandara Malikul Saleh di Lhokseumawe serta memiliki Pelabuhan Meulaboh, Pelabuhan Susoh, Pelabuhan Lhokseumawe, Pelabuhan Kuala Langsa, Pelabuhan Malahayati dan Pelabuhan Sabang serta didukung sarana listrik dan telekomunikasi.

Kabupaten/Kota di NAD :


Sumber :
http://regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=11
http://id.wikipedia.org/wiki/Aceh

Nanggroe Aceh Darussalam


Wilayah Nanggroe Aceh Darussalam yang kaya terletak di paling Barat kepulauan Nusantara. Propinsi ini terbagi menjadi 17 kabupaten dan 4 kota yang terdiri dari 257 kecamatan. Pemberian status otonomi khusus melalui UU No. 18 Tahun 2002 mengubah nama propinsi dari Propinsi Daerah Istimewa Aceh menjadi Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).

Empat sektor utama yang menjadi andalan perekonomian propinsi ini mencakup sektor pertambangan dan penggalian; sektor pertanian; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor industri pengolahan. Struktur perekonomian sangat dipengaruhi sektor pertambangan utamanya minyak dan gas. Propinsi NAD merupakan salah satu daerah yang kaya akan sumberdaya minyak dan gas bumi serta bahan galian tambang. Pendapatan daerah yang terbesar diperoleh dari produksi minyak dan gas bumi. Di akhir tahun 2004 akibat bencana gempa bumi dan tsunami perekonomian Aceh sempat mengalami penurunan cukup tajam.

Subsektor pertanian tanaman bahan makanan mencakup tanaman padi, jagung, kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Produksi padi pada 2006 mencapai 1.350.748 ton GKG dengan luas panen padi 320.789 ha. Klaster tanaman padi terdapat di empat kabupaten yaitu Aceh Utara, Pidie, Aceh Timur, dan Bireuen. Sentra tanaman jagung di Kabupaten Aceh Tenggara dan kedelai di Kabupaten Bireuen. Klaster komoditas kacang tanah bisa dibangun di tiga kabupaten mencakup Aceh Barat Daya, Aceh Barat, dan Pidie. Tanaman ubi kayu di Kabuapten Pidie dan Kabupaten Bireuen. Sedangkan klaster ubi jalar di tiga kabupaten yaitu Aceh Tamiang, Bireuen, dan Aceh Utara.

Produksi sayur-sayuran pada 2005 mencapai 1.594.754 kw dimana komoditas cabe memberikan kontribusi paling tinggi, diikuti ketimun dan cabe rawit. Klaster tanaman cabe bisa dibangun di dua kabupten, Pidie dan Gayo Lues, cabe rawit di Pidie dan Bener Meriah, sedangkan ketimun di Bireuen dan Aceh Utara. Untuk jenis buah-buahan, pisang memberikan kontribusi terbesar sekitar 489.298 kw. Klaster pisang terdapat di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Tengah. Komoditi rambutan di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Utara. Sentra produksi jeruk siam terdapat di Kabupaten Aceh Besar, dan durian di Kabupaten Aceh Utara.

Ragam tanaman perkebunan mencakup kelapa sawit, coklat, nilam, tebu, pala, cengkeh, jambu mete, karet, pinang, tembakau, dan kopi. Beberapa kabupaten bisa ditunjuk menjadi klaster kelapa sawit, yaitu Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Singkil, Nagan Raya. Klaster karet di tiga kabupaten, Aceh Timur, Aceh Barat, dan Aceh Tamiang. Klaster coklat di tiga kabupaten, Pidie, Aceh Tenggara, dan Aceh Utara. Klaster kelapa dan kelapa hibrida di Bireuen dan Aceh Utara. Komoditi kopi di Aceh Tengah dan Bener Meriah. Klaster kemiri di Aceh Tenggara dan Gayo Lues. Sentra tanaman tebu di Kabupaten Aceh Tengah. Dan klaster komoditi pinang di Kabupaten Aceh Utara dan Kabupaten Bireuen. Tanaman perkebunan tersebut diusahakan oleh perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

Populasi ternak terbanyak adalah Ayam Buras yang mencapai 68,92 persen dari total populasi ternak, sedangkan populasi ternak yang paling sedikit adalah Kuda. Kabupaten-kabupaten yang bisa dibangun menjadi klaster peternakan adalah sebagai berikut. Untuk Ayam Buras di Aceh Utara dan Pidie; Ayam Ras di Aceh Utara dan Aceh Tengah; Itik di Aceh Utara, Pidie, dan Bireuen; Kambing di Pidie dan Aceh Utara; dan Sapi Pedaging di Aceh Utara dan Pidie.

Produksi perikanan pada 2006 mencapai 157.279 ton. Klaster perikanan laut dapat dibangun di tiga kabupaten, yaitu Bireuen, Aceh Utara, dan Pidie. Sentra perikanan darat utamanya budidaya kolam ada di Kabupaten Aceh Tenggara. Tiga kabupten bisa menjadi klaster perikanan budidaya tambak, yaitu Aceh Tamiang, Aceh Timur, dan Bireuen.

Jumlah perusahaan industri (besar dan sedang ) pada 2005 berjumlah 33 unit perusahaan, dan pada 2006 naik menjadi 36 unit perusahaan. Klaster industri besar terdapat di Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kabupaten Pidie. Kelompok industri menengah terbanyak di Kota Banda Aceh. Beberapa daerah dapat dijadikan klaster industri kecil, yaitu Aceh Utara, Pidie, Aceh Besar, Kota Banda Aceh. Klaster industri usaha mikro bisa di tiga kabupaten yaitu Pidie, Aceh Utara, dan Bireuen. Kegiatan usaha dan bisnis umumnya tersebar di beberapa kabupaten mencakup Pidie, Aceh Utara, Bireuen, dan Aceh Timur.

Total nilai ekspor pada 2006 mencapai US$ 2.032 juta dan nilai impor sebesar US$ 36,212 juta, sehingga neraca perdagangan mengalami surplus sebesar US$ 1.996 juta. Aktivitas ekspor dominan melalui jalur pelabuhan laut, utamanya terpusat di Pelabuhan Blang Lancang dan diikuti Pelabuhan Lhokseumawe.

 Peta diadaptasi dari aselinya yang diperoleh dari www.bakosurtanal.go.id
Sumber :
http://www.cps-sss.org/web/home/propinsi/prop/Nanggroe+Aceh+Darussalam

Peta Aceh


View Larger Map

Tiga Strategi Penyelamatan Hutan Aceh

Gubernur Aceh Irwandi Yusuf menyatakan, pihaknya melakukan tiga strategi untuk penyelamatan hutan Aceh yakni penataan kembali (redesign), penanaman kembali kawasan hutan yang telah rusak (reforestasi) dan mengurangi laju kerusakan hutan (reduksi deforestasi).

“Ketiga program tersebut merupakan bagian dari program jangka pendek, menengah, dan panjang Pemerintah Aceh untuk menekan kerusakan hutan di masa mendatang,” katanya di Banda Aceh, Rabu [31/03].

Dalam pidato tertulis yang dibacakan Asisten II Said Mustafa pada pembukaan loka karya gagasan revitalisasi forum multipihak untuk perlindungan hutan Aceh, Gubernur menyebutkan, satu juta hektare hutan Aceh rusak akibat adanya ketidakseimbangan antara kegiatan pengambilan manfaat dan pemeliharaan.

“Itu bukan jumlah yang kecil dan mungkin saja jumlah tersebut bisa bertambah,” jelasnya.

Pada loka karya yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan  di provinsi paling barat pulau Sumatera itu, Irwandi menyatakan ketiga hal tersebut merupakan tindak lanjut dari kebijakan moratorium logging (jeda tebang kayu di hutan) yang tertuang dalam instruksi Gubernur Aceh, nomor 05/instr/2007.

“Kita mengajak semua pihak untuk ikut serta dalam upaya mendukung penyelamatan hutan di masa mendatang,” katanya.

Dia berharap, loka karya yang berlangsung selama dua hari tersebut dapat menghasilkan rekomendasi dalam upaya melakukan penyelamatan hutan sebagai sumber kehidupan dan mendukung visi Aceh Green.

Aceh Green adalah sebuah visi progresif mengenai arah baru pembangunan Aceh pascakonflik dan tsunami yang juga dicanangkan Gubernur Aceh yang terpilih dari jalur independen tersebut.

Loka karya tersebut turut menghadirkan tiga pemateri, masing-masing dari pemerintahan, Aceh Green dan Walhi Aceh.

Direktur Eksekutif Walhi Aceh, T Muhammad Zulfikar menyatakan, untuk menjaga dan menyelamatkan hutan Aceh dari kehancuran dibutuhkan dukungan semua pihak, sehingga hutan Aceh terus lestari di masa mendantang.

“Jika semua pihak mau menjaga hutan, maka upaya untuk menjadikan hutan terus lestari akan terwujud,” demikian Zulfikar.

Data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Aceh menyebutkan, luas total hutan Aceh yakni 3.335.693 hektare. Masing-masing 16.940 ha cagar alam,102.370 ha suaka margasatwa, taman nasional 623.987 ha, taman wisata alam 16.200 ha, taman baru 86.704 ha dan Tahura 6.300 ha.

Kemudian pusat latihan gajah 112 ha, hutan lindung 1.843.200 ha, kebun plasma nutfah 1.300 ha, hutan produksi tetap 601.280 ha dan hutan produksi terbatas 37.300 ha. ( ant )


Sumber:

http://beritasore.com/2010/04/01/tiga-strategi-penyelamatan-hutan-aceh/

1 April 2010

Aceh Tengah Fokuskan Pembangunan Universitas Negeri Gajah Putih 2010

Pemerintah Daerah, (Pemda) Aceh Tengah berjanji akan memfokuskan pengalokasian dana sekitar Rp 5 milyar untuk pembangunan ruang perkuliahan di Universitas Gajah Putih, (UNGP) pada tahun 2010 mendatang. Selain bentuk bangunan fisik, pihak Yayasan Gajah Putih juga diminta dapat mengusulkan jurusan Geografi dan jurusan Olah raga ke Departemen Pendidikan Pusat.

Upaya untuk mengembangkan Gajah Putih yang baru mendapat status sebagai Universitas di daerah dataran tinggi Gayo itu disampaikan Bupati Aceh Tengah, Ir. H. Nasaruddin, MM Sabtu, (30/5) pada acara syukuran atlit Universitas Gajah Putih yang berhasil meraih Prestasi empat besar pada Pekan Olah Raga Mahasiswa, (Pomda) se Aceh 18 sampai 24 Mei 2009 lalu di Meulaboh, Aceh Barat. Pada Pomda itu, atlit dari Universitas Gajah Putih dan Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Gajah Putih berhasil meraih 10 medali, masing-masing 4 medali emas, 2 medali perak dan 4 medali perunggu. Kesepuluh medali itu diraih oleh cabang Taekuwondo, Karate dan Silat.

Menyinggung tentang alasan penambahan jurusan Geografi dan jurusan Olah Raga di Universitas Gajah Putih, kata Nasaruddin, selama ini Aceh Tengah sangat kekurangan guru Olah raga dan mata pelajaran Geografi. Nasaruddin juga mengaku bangga terhadap prestasi yang diraih oleh duta asal daerah lumbung kopi itu. Bupati menawarkan pada mahasiswa, agar menjembatani bahwa Aceh Tengah juga siap menjadi tuan rumah pelaksanaan Pekan Olah Raga Mahasiswa.

Belajar dari pengalaman, di daerah yang berhawa sejuk itu, pada tahun 2006 lalu juga dipercayakan sebagai tuan rumah pelaksanaan Pekan Olah Raga Daerah (Porda) se Aceh. Tidak hanya itu, pada tanggal 22 sampai 29 Juni daerah itu juga telah dipercayakan sebagai tuan rumah Musabaqah Tilawatil Qur’an ke 29 Tingkat Provinsi Aceh. Bupati mempersilahkan para mahasiswa untuk dapat memakai fasilitas olah raga yang telah dibangun pada event Porda beberapa tahun lalu.

Sebelumnya, Rektor Universitas Gajah Putih Takengon, Ir. Syukur Kobath menyampaikan rasa bangga terhadap prestasi yang diraih oleh para mahasiswa UNGP tersebut. Karena tidak hanya bidang olah raga, melalui event tersebut para mahasiswa dapat menjalin silaturahmi dan wawasan antar sesama mahasiswa yang ada di tanah Serambi Mekah itu. Untuk itu, Syukur Kobath yang juga Ketua DPRK Aceh Tengah tersebut berharap agar prestasi yang diraih dapat dipertahankan sebagai modal pada ajang selanjutnya.

Terhadap mahasiswa yang berhasil meraih medali emas, Syukur Kobath memberikan bebas SPP selama selama satu tahun. Sedangkan terhadap peraih medali perak, perunggu serta panitia yang terlibat dalam keberangkatan kontingen masing-masing memperoleh beasiswa selama satu semester. Selain Rektor, Bupati Aceh Tengah, Ir. Nasaruddin, MM juga menyerahkan bonus terhadap kontingen Universitas Gajah Putih, ”Jangan dibuka sekarang tunggu pak bupati pulang, kelakar Nasasrddin saat menyerahkan bantuan kepada Ketua Rombongan Pomda UGP Takengon., Imransyah, yang sambut tawa hadirin .

Ketua rombongan kontingen UNGP, Imransyah menyebutkan, bangga terhadap prestasi yang diraih oleh mereka. Karena ajang olah raga, apalagi Tingkat Provinsi Aceh itu baru pertama kali diikuti. Imransyah menyebutkan para atlit bercita-cita untuk dapat ikut serta pada ajang yang lebih tinggi lagi. Dengan keikutsertaan itu, Aceh Tengah akan dapat dikenal oleh luar daerah, khususnya dalam bidang olah raga. Prestasi yang mereka capai merupakan kado bagi Rektor Universitas Gajah Putih yang baru. (*)


Sumber:
http://koranaceh.com/?p=38